Kapitalisme Pendidikan

Dua ideology ekstrim kapitalisme buah pemikiran dari dua pemikir besar; Adam Smith dan Karl Marx berada dalam suatu garis kontinum yang menunjukkan pengaruh dan sejauh mana kekuatan masing-masing dalam menentukan arah proses penyelenggaraan negara. Indonesia sebagai negara yang pluralis telah menyatakan bahwa pancasila adalah ideology bangsa yang wajib dijadikan pedoman oleh seluruh elemen dan golongan masyarakat. Namun, itu tidak serta merta menghilangkan pengaruh dua ideology ekstrim ini dalam menuntun arah pergerakan negara sebagai sebuah sistem.
Globalisasi, modernisasi, dan perdagangan bebas memberikan pengaruh terhadap pergerakan titik-titik kedua ideology ini dalam garis kontinum bangsa Indonesia. Akan tetapi, pengaruh yang muncul lebih banyak memberikan kekuatan kepada kapitalisme, atau dengan kata lain pengaruh kapitalisme lebih besar dari pada sosialisme di Indonesia. Hal ini membuat peran mekanisme pasar dan kekuatan modal jauh lebih besar daripada peran negara. Konsekuensi logis dari hal ini adalah penyebaran kekuatan kapitalisme ke dalam sub-sub sistem bangsa Indonesia. Kapitalisme hidup dan beranak-pinak dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan tak terkecuali pendidikan.
Pendidikan sebagai salah satu sub-sub sistem penting yang ikut menentukan keutuhan bangsa sebagai sebuah sistem telah menjadi “komoditas” kapitalisme. Komersialisasi pendidikan, eksploitasi anak didik, penutupan akses pendidikan, dan keberadaan uang di atas variabel-variabel lainnya adalah trickledown effect yang harus diterima akibat tekanan-tekanan interest-nya kaum kapitalis. Kepentingan-kepentingan kapitalisme tersebut sebenarnya hanya bermain pada tawar-menawar kepentingan dalam “pasar kekuasaan.” Setelah kapitalisme berhasil dalam perumusan kebijakan ditataran elit, maka kaum kapitalis cukup menunggu keuntungan demi keuntungan yang lambat laun akan mereka terima. Tetapi, mereka tidak sadar bahwa sesungguhnya mereka berdiri di atas penderitaan rakyat-rakyat “proletar” yang tidak mempunyai capital seperti yang dimiliki kaum kapitalis.
Salah satu bentuk permainan kapitalisme dalam perumusan kebijakan pendidikan bernama Badan Hukum Pendidikan (BHP) dan anaknya Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Kebijakan ini ada yang sedang berjalan (BHMN) dan ada yang sedang dirumuskan (BHP). Namun, sejatinya keturunan-keturunan kapitalisme pendidikan itu mempunyai visi dan misi yang sama dengan orangtuanya yaitu mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan pihak-pihak yang tidak mempunyai capital yang besar, padahal sesungguhnya hak yang dimilikinya untuk menikmati pendidikan sama dengan kaum kapitalis. Dimanakah keadilan itu? Dan dimanakah Pancasila?

Dengan silsilah seperti ini dunia pendidikan dipastikan secara inkremental akan menjadi milik orang-orang kelas atas yang bisa dengan mudah masuk ke dalam lembaga pendidikan tanpa adanya perasaan takut akan biaya pendidikan yang mahal, sedangkan kaum miskin apa bisa? Bermimpipun mereka takut apalagi untuk mendapatkan pendidikan murah berkualitas. Pemerintah bisa saja berkilah bahwa APBN sudah tidak sanggup lagi mensubsidi beberapa lembaga pendidikan dan universitas/sekolah juga berkilah bahwa pendidikan berkualitas membutuhkan biaya yang besar. Penjelasan mereka memang logis dan bisa dimaklumi, tapi apakah harus dengan menyedot dana yang sangat besar dari peserta didik? Padahal masih banyak sumber penerimaan pemerintah dan universitas yang lain, intinya adalah bagaimana kemampuan manajemen anggaran yang baik dan akuntabel. Namun, kelihatannya kekuatan kaum kapitalis sangat sulit ditandingi dan mau tidak mau kita juga harus rela menerima keberadaan anak cucu kapitalisme. Namun, kita harus tetap menghambat pergerakan kapitalisme pendidikan ini. Penghematan dana, Peningkatan kualitas manajemen anggaran, dan pemberantasan KKN adalah hal yang mutlak harus dilakukan apabila kita ingin BHP dan BHMN menjadi “anak durhakanya kapitalisme” dan menghambat penyebaran virus kapitalisme dalam bentuk komersialisasi pendidikan.

Tolak Komersialisasi Pendidikan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Antara Primordialisme dan Nasionalisme

Revolusi VS Reformasi

Peluang di Tengah Ketidakpastian