Revolusi VS Reformasi
Dalam diskursus mengenai change (perubahan), banyak sekali terminologi yang mempunyai makna dan arti yang mirip. Namun, seperti layaknya saudara kembar, sekecil apapun pasti ada terdapat perbedaan. Transformasi, pembangunan, perkembangan, modernisasi, industrialisasi, reformasi, dan revolusi kesemuanya itu adalah keluarga besar change, yang pada dasarnya menekankan pada adanya perubahan. Transformasi; perubahan yang bergerak dinamis, pembangunan; perubahan ke arah yang lebih baik dengan perencanaan yang tersusun secara sistematis, perkembangan; perubahan yang mana hasilnya bisa lebih baik atau lebih buruk dari keadaan semula dan tidak memerlukan adanya upaya tertentu, modernisasi; perubahan yang dilakukan secara bertahap yang bergerak progresif dalam jangka waktu yang panjang dan seringkali mewujud dan mengacu pada westernisasi atau amerikanisasi, industrialisasi: salah satu segi dari pembangunan yang mencakup perubahan ke arah yang spesifik yaitu mengolah barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
Dua istilah terakhir adalah dua hal yang akan coba kita kupas lebih dalam dan akan coba kita kaitkan dengan situasi kontemporer yang terjadi di dalam tata kelola sistem kenegaraan di dunia saat ini. Reformasi, pada dasarnya juga merupakan perubahan, namun karakteristik dan sifatnya sedikit berbeda dengan saudara-saudaranya. Gerald E Caiden menjelaskan apa yang disebut sebagai reformasi, “the artificial inducement of administrative transformation against resistance.” Reformasi merupakan perubahan terencana (planned change) atau perubahan yang dipersiapkan secara sengaja/diinginkan (intended change). Perubahan terencana menandakan adanya persiapan yang matang menyangkut sumber daya, sistem, dan instrumen dengan prasyarat adanya visi, misi, dan sasaran yang hendak tercapai secara terukur. Reformasi juga diakui Caiden a never ending process. Ali Farazmand (2002) meringkas adanya tiga model dalam melakukan reformasi dari asal-muasalnya, yakni top down model, bottom-up model dan institutional model. Dari cara melaksanakan reformasi, AF Leemans (1970) menyatakan, dapat dilakukan dengan cara menyeluruh (overhaul) atau hanya pada bidang tertentu diikuti bidang-bidang lainnya secara bertahap (piecemeal strategies). Pada cara overhaul dilakukan perbaikan di banyak bidang ser- ba sedikit (tidak mendalam), sedangkan piecemeal strategies dilakukan secara mendalam (shock therapy).
Di Indonesia wacana mengenai reformasi timbul sebelum runtuhnya rezim Suharto dan puncaknya terjadi ketika Suharto mundur dan tergantinya pergantian rezim dan rezim yang baru dinamakan era reformasi. Banyak orang salah mengartikan bahwa Indonesia melakukan awal reformasi di akhir pemerintahan Suharto. Sebenarnya, sejak Indonesia merdeka, Indonesia telah melakukan reformasi. Apabila kita merujuk kepada pengertian reformasi yang disebutkan oleh Caiden, bahwa reformasi adalah perubahan yang terencana atau perubahan yang dipersiapkan secara sengaja/diinginkan, maka sejak Indonesia merdeka, Indonesia telah melakukannya. Pada masa orde lama, pemerintahan Sukarno telah melakukan reformasi secara menyeluruh, dimana segala perbaikan yang terencana terhadap kondisi perekonomian, hukum, sosial, administrasi, pertahanan&keamanan dll dilakukan secara overhaul (menyeluruh), dimana sentuhan terhadap semua bidang itu tidak dilakukan secara mendalam (shock terapy), mengingat Indonesia pada waktu itu baru merdeka, sehingga pemerintahan Sukarno harus membangun akar agar pemerintahan selanjutnya bisa menguatkan akar dan mulai membangun batang dan daun. Masa Suharto, reformpun dilakukan dengan rencana-rencana pembangunannya yang dikenal dengan repelita. Walaupun, pemerintahannya diakhiri dengan berbagai catatan hitam, akan tetapi, harus diakui juga bahwa pada masa itu Indonesia pernah mengalami masa kejayaan sebagai negara agraris, itu berkat reformasi yang dilakukannya secara bertahap terhadap beberapa bidang saja, namun, terdapat penekanan secara mendalam terhadap bidang tersebut, diantaranya bidang ekonomi dan pertanian. Hal itu, cukup untuk menguatkan akar, dan membangun batang, walaupun batang yang dibangun Suharto belum sempurna dan malah mengalami kecacatan, yang mana hal tersebut disebabkan oleh krisis ekonomi dan korupsi yang dilakukannya, anak-anaknya, dan kloni-kloninya. Kini Indonesia pada masa reformasi juga telah melakukan reform, hal itu merupakan hal yang memang seharusnya terjadi, dimana setiap pergantian rezim, rezim yang baru harus membuat perubahan yang terencana agar negara tidak mengalami resistensi atau status quo. Jadi, statement yang mengatakan bahwa Indonesia melakukan reformasi pada waktu era pasca lengsernya soeharto saja adalah keliru. Era reformasi (baca:pasca lengsernya soeharto) adalah hanya sebuah simbol sebuah rezim, dan mungkin juga sebuah komitmen untuk melakukan reformasi yang lebih baik, sehingga rezim tersebut dinamakan era reformasi. Kalau dikatakan bahwa, Indonesia telah melakukan reformasi dari dulu dan pada masa berakhirnya rezim Suharto, merupakan puncak dari reformasi atau momentum yang tepat untuk menyempurnakan reformasi terdahulu, mungkin baru bisa dibenarkan dan sesuai dengan konsep reformasi yang sesungguhnya.
Selain reformasi alternative perubahan sistem kenegaraan lainnya adalah dengan revolusi. Pengertian dari revolusi sendiri menurut situs Wikipedia adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Dari pengertian tersebut, terdapat indikasi adanya sedikit perbedaan antara reformasi dan revolusi yaitu pada alternative pencapaiannya dan cara pelaksanaannya. Alternatif pencapaian dari revolusi lebih banyak dari reformasi yaitu revolusi bisa dirncanakan dan bisa juga tidak. Selain itu, cara pelaksanaan dari proses antara revolusi dan reformasi juga berbeda. Dimana reformasi menggunakan konsep overhaul dan incremental, sementara revolusi dilakukan bisa dengan dua cara yaitu dengan atau tanpa kekerasan. Revolusi sering diidentikkan orang dengan kecepatan waktu proses perubahannya. Akan tetapi, sebenarnya waktu tidak merupakan ukuran mutlak suatu revolusi. Revolusi bisa saja memakan waktu yang lama. Contohnya, seperti revolusi industri di Inggris yang memakan waktu berpuluh-puluh tahun.
Di dalam revolusi terdapat penggunaan hukum berfikir dialektika, logika, dan romantika yang mengatur bagaimana revolusi itu tetap berada di relnya. Revolusi, dengan menggunakan hukum pertentangan dialektika tidak bergantung pada satu faktor saja akan tetapi, dipengaruhi oleh banyak faktor. Revolusi tidak hanya bergantung kepada sosok kepemimpinan saja, akan tetapi factor-faktor lain seperti elemen perjuangan dan sarananya juga berpengaruh. Revolusi Kuba tidak hanya berhasil karena factor kepemimpinan Fidel Castro, namun juga didukung oleh elemen perjuangannya seperti komitmen, kekompakan tim, dan propaganda yang dilakukan sehingga rezim Batistapun runtuh dan perubahan sosialpun tak terelakkan. Logika revolusi mengatur bagaimana waktu yang pas revolusi itu harus tercipta, karena revolusi itu tidak bisa dipercepat atau diperlambat, dia akan datang dengan sendirinya ketika waktunya telah tiba. Romantika revolusi menunjukkan bagaimana proses dan perjuangan melaksanakan revolusi, sehingga nilai-nilai revolusi, kenangan, dan kebesarannya memberikan makna dan romantika sendiri bagi para revolusioner dan rakyat.
Berdasarkan realita empiris, konsep revolusi terus berkembang, dimana revolusi itu dibedakan menjadi dua yaitu revolusi sosial dan nasional. Revolusi sosial; revolusi yang ditujukan untuk melakukan perubahan sosial demi mencapai kemaslahatan umat, seperti perjuangan kaum proletar yang melakukan revolusi sebagai wujud pertentangan kelas dengan kaum borjuis, sehingga pada akhirnya tercipta masyarakat komunis. Contoh revolusi sosial, revolusi prancis. Revolusi nasional; yaitu revolusi yang ditujukan untuk melakukan perlawanan terhadap imperialisme kaum penjajah demi kemerdekaan bangsa. Contoh revolusi ini, revolusi Amerika Serikat, Vietnam, dan Indonesia.
Banyak sekali tokoh-tokoh dan pemikir yang menggunakan revolusi sebagai teknik perjuangannya untuk melakukan perubahan sosial. Karl Marx merupakan salah satu pemikir besar dengan pengaruh besar yang menawarkan adanya revolusi sebagai cara untuk melakukan perubahan sosial, dengan tujuan akhirnya membentuk masyarakat komunis (tanpa kelas). Banyak sekali tokoh-tokoh dan pemimpin besar menganut ajaran Marx tentang revolusi. Lenin adalah salah satunya. Sebagai seorang penganut marxisme, lenin menjadikan revolusi sebagai konsep perubahan yang dilakukannya di Rusia. Dalam perkembangannya, kritik terhadap marxisme yang identik dengan revolusi sebagai cara untuk mencapai kemaslahatan rakyat (dalam marxisme yaitu masyarakat komunis) datang dari kaum revisionis dan kaum Fabian. Kaum revisionis adalah penganut marxisme yang menginginkan perubahan frame berfikir marxis yaitu dari revolusi ke reformasi, dengan argument yang menyatakan bahwa revolusi merupakan langkah yang utopis untuk meruntuhkan kapitalisme, karena kapitalisme itu bisa diruntuhkan dengan perubahan secara bertahap dan perlu penyesuaian dengan perkembangan perekonomian terutama yang terjadi di negara industri, (atau dalam terminology reformasi dikenal dengan incremental). Tokoh dari kaum ini adalah Eduard Bernstein, Kaum revisionisme ini, dikutuk oleh para penganut marxisme, karena dianggap menyimpang dari apa yang menjadi roh marxis. Namun, lama-kelamaan kaum ini mulai banyak pengikutnya dan banyak mempengaruhi ideology partai-partai beraliran marxis. Sementara Kaum Fabian adalah kaum yang berlawanan dengan marxisme, yang tidak sepakat dengan pencapaian komunis melalui revolusi dan partai buruh, mereka lebih memilih berjuang dengan basis serikat buruh dan reformasi sebagai instrumen perjuangannya.
Pro dan kontra mengenai revolusi dan reformasi sebenarnya tidak hanya terjadi di tubuh para penganut marxisme, namun non-marxispun seringkali mengalami silang pendapat mengenai hal ini. Namun, apapun itu, baik reformasi dan revolusi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, dan untuk menerapkannyapun, harus diperhatikan fenomena sosial yang terjadi di negara dimana reformasi atau revolusi itu ingin diterapkan. So, anda pilih mana? Revolusi atau reformasi? Menjadi seorang revolusioner atau seorang reformis?
Dua istilah terakhir adalah dua hal yang akan coba kita kupas lebih dalam dan akan coba kita kaitkan dengan situasi kontemporer yang terjadi di dalam tata kelola sistem kenegaraan di dunia saat ini. Reformasi, pada dasarnya juga merupakan perubahan, namun karakteristik dan sifatnya sedikit berbeda dengan saudara-saudaranya. Gerald E Caiden menjelaskan apa yang disebut sebagai reformasi, “the artificial inducement of administrative transformation against resistance.” Reformasi merupakan perubahan terencana (planned change) atau perubahan yang dipersiapkan secara sengaja/diinginkan (intended change). Perubahan terencana menandakan adanya persiapan yang matang menyangkut sumber daya, sistem, dan instrumen dengan prasyarat adanya visi, misi, dan sasaran yang hendak tercapai secara terukur. Reformasi juga diakui Caiden a never ending process. Ali Farazmand (2002) meringkas adanya tiga model dalam melakukan reformasi dari asal-muasalnya, yakni top down model, bottom-up model dan institutional model. Dari cara melaksanakan reformasi, AF Leemans (1970) menyatakan, dapat dilakukan dengan cara menyeluruh (overhaul) atau hanya pada bidang tertentu diikuti bidang-bidang lainnya secara bertahap (piecemeal strategies). Pada cara overhaul dilakukan perbaikan di banyak bidang ser- ba sedikit (tidak mendalam), sedangkan piecemeal strategies dilakukan secara mendalam (shock therapy).
Di Indonesia wacana mengenai reformasi timbul sebelum runtuhnya rezim Suharto dan puncaknya terjadi ketika Suharto mundur dan tergantinya pergantian rezim dan rezim yang baru dinamakan era reformasi. Banyak orang salah mengartikan bahwa Indonesia melakukan awal reformasi di akhir pemerintahan Suharto. Sebenarnya, sejak Indonesia merdeka, Indonesia telah melakukan reformasi. Apabila kita merujuk kepada pengertian reformasi yang disebutkan oleh Caiden, bahwa reformasi adalah perubahan yang terencana atau perubahan yang dipersiapkan secara sengaja/diinginkan, maka sejak Indonesia merdeka, Indonesia telah melakukannya. Pada masa orde lama, pemerintahan Sukarno telah melakukan reformasi secara menyeluruh, dimana segala perbaikan yang terencana terhadap kondisi perekonomian, hukum, sosial, administrasi, pertahanan&keamanan dll dilakukan secara overhaul (menyeluruh), dimana sentuhan terhadap semua bidang itu tidak dilakukan secara mendalam (shock terapy), mengingat Indonesia pada waktu itu baru merdeka, sehingga pemerintahan Sukarno harus membangun akar agar pemerintahan selanjutnya bisa menguatkan akar dan mulai membangun batang dan daun. Masa Suharto, reformpun dilakukan dengan rencana-rencana pembangunannya yang dikenal dengan repelita. Walaupun, pemerintahannya diakhiri dengan berbagai catatan hitam, akan tetapi, harus diakui juga bahwa pada masa itu Indonesia pernah mengalami masa kejayaan sebagai negara agraris, itu berkat reformasi yang dilakukannya secara bertahap terhadap beberapa bidang saja, namun, terdapat penekanan secara mendalam terhadap bidang tersebut, diantaranya bidang ekonomi dan pertanian. Hal itu, cukup untuk menguatkan akar, dan membangun batang, walaupun batang yang dibangun Suharto belum sempurna dan malah mengalami kecacatan, yang mana hal tersebut disebabkan oleh krisis ekonomi dan korupsi yang dilakukannya, anak-anaknya, dan kloni-kloninya. Kini Indonesia pada masa reformasi juga telah melakukan reform, hal itu merupakan hal yang memang seharusnya terjadi, dimana setiap pergantian rezim, rezim yang baru harus membuat perubahan yang terencana agar negara tidak mengalami resistensi atau status quo. Jadi, statement yang mengatakan bahwa Indonesia melakukan reformasi pada waktu era pasca lengsernya soeharto saja adalah keliru. Era reformasi (baca:pasca lengsernya soeharto) adalah hanya sebuah simbol sebuah rezim, dan mungkin juga sebuah komitmen untuk melakukan reformasi yang lebih baik, sehingga rezim tersebut dinamakan era reformasi. Kalau dikatakan bahwa, Indonesia telah melakukan reformasi dari dulu dan pada masa berakhirnya rezim Suharto, merupakan puncak dari reformasi atau momentum yang tepat untuk menyempurnakan reformasi terdahulu, mungkin baru bisa dibenarkan dan sesuai dengan konsep reformasi yang sesungguhnya.
Selain reformasi alternative perubahan sistem kenegaraan lainnya adalah dengan revolusi. Pengertian dari revolusi sendiri menurut situs Wikipedia adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Dari pengertian tersebut, terdapat indikasi adanya sedikit perbedaan antara reformasi dan revolusi yaitu pada alternative pencapaiannya dan cara pelaksanaannya. Alternatif pencapaian dari revolusi lebih banyak dari reformasi yaitu revolusi bisa dirncanakan dan bisa juga tidak. Selain itu, cara pelaksanaan dari proses antara revolusi dan reformasi juga berbeda. Dimana reformasi menggunakan konsep overhaul dan incremental, sementara revolusi dilakukan bisa dengan dua cara yaitu dengan atau tanpa kekerasan. Revolusi sering diidentikkan orang dengan kecepatan waktu proses perubahannya. Akan tetapi, sebenarnya waktu tidak merupakan ukuran mutlak suatu revolusi. Revolusi bisa saja memakan waktu yang lama. Contohnya, seperti revolusi industri di Inggris yang memakan waktu berpuluh-puluh tahun.
Di dalam revolusi terdapat penggunaan hukum berfikir dialektika, logika, dan romantika yang mengatur bagaimana revolusi itu tetap berada di relnya. Revolusi, dengan menggunakan hukum pertentangan dialektika tidak bergantung pada satu faktor saja akan tetapi, dipengaruhi oleh banyak faktor. Revolusi tidak hanya bergantung kepada sosok kepemimpinan saja, akan tetapi factor-faktor lain seperti elemen perjuangan dan sarananya juga berpengaruh. Revolusi Kuba tidak hanya berhasil karena factor kepemimpinan Fidel Castro, namun juga didukung oleh elemen perjuangannya seperti komitmen, kekompakan tim, dan propaganda yang dilakukan sehingga rezim Batistapun runtuh dan perubahan sosialpun tak terelakkan. Logika revolusi mengatur bagaimana waktu yang pas revolusi itu harus tercipta, karena revolusi itu tidak bisa dipercepat atau diperlambat, dia akan datang dengan sendirinya ketika waktunya telah tiba. Romantika revolusi menunjukkan bagaimana proses dan perjuangan melaksanakan revolusi, sehingga nilai-nilai revolusi, kenangan, dan kebesarannya memberikan makna dan romantika sendiri bagi para revolusioner dan rakyat.
Berdasarkan realita empiris, konsep revolusi terus berkembang, dimana revolusi itu dibedakan menjadi dua yaitu revolusi sosial dan nasional. Revolusi sosial; revolusi yang ditujukan untuk melakukan perubahan sosial demi mencapai kemaslahatan umat, seperti perjuangan kaum proletar yang melakukan revolusi sebagai wujud pertentangan kelas dengan kaum borjuis, sehingga pada akhirnya tercipta masyarakat komunis. Contoh revolusi sosial, revolusi prancis. Revolusi nasional; yaitu revolusi yang ditujukan untuk melakukan perlawanan terhadap imperialisme kaum penjajah demi kemerdekaan bangsa. Contoh revolusi ini, revolusi Amerika Serikat, Vietnam, dan Indonesia.
Banyak sekali tokoh-tokoh dan pemikir yang menggunakan revolusi sebagai teknik perjuangannya untuk melakukan perubahan sosial. Karl Marx merupakan salah satu pemikir besar dengan pengaruh besar yang menawarkan adanya revolusi sebagai cara untuk melakukan perubahan sosial, dengan tujuan akhirnya membentuk masyarakat komunis (tanpa kelas). Banyak sekali tokoh-tokoh dan pemimpin besar menganut ajaran Marx tentang revolusi. Lenin adalah salah satunya. Sebagai seorang penganut marxisme, lenin menjadikan revolusi sebagai konsep perubahan yang dilakukannya di Rusia. Dalam perkembangannya, kritik terhadap marxisme yang identik dengan revolusi sebagai cara untuk mencapai kemaslahatan rakyat (dalam marxisme yaitu masyarakat komunis) datang dari kaum revisionis dan kaum Fabian. Kaum revisionis adalah penganut marxisme yang menginginkan perubahan frame berfikir marxis yaitu dari revolusi ke reformasi, dengan argument yang menyatakan bahwa revolusi merupakan langkah yang utopis untuk meruntuhkan kapitalisme, karena kapitalisme itu bisa diruntuhkan dengan perubahan secara bertahap dan perlu penyesuaian dengan perkembangan perekonomian terutama yang terjadi di negara industri, (atau dalam terminology reformasi dikenal dengan incremental). Tokoh dari kaum ini adalah Eduard Bernstein, Kaum revisionisme ini, dikutuk oleh para penganut marxisme, karena dianggap menyimpang dari apa yang menjadi roh marxis. Namun, lama-kelamaan kaum ini mulai banyak pengikutnya dan banyak mempengaruhi ideology partai-partai beraliran marxis. Sementara Kaum Fabian adalah kaum yang berlawanan dengan marxisme, yang tidak sepakat dengan pencapaian komunis melalui revolusi dan partai buruh, mereka lebih memilih berjuang dengan basis serikat buruh dan reformasi sebagai instrumen perjuangannya.
Pro dan kontra mengenai revolusi dan reformasi sebenarnya tidak hanya terjadi di tubuh para penganut marxisme, namun non-marxispun seringkali mengalami silang pendapat mengenai hal ini. Namun, apapun itu, baik reformasi dan revolusi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, dan untuk menerapkannyapun, harus diperhatikan fenomena sosial yang terjadi di negara dimana reformasi atau revolusi itu ingin diterapkan. So, anda pilih mana? Revolusi atau reformasi? Menjadi seorang revolusioner atau seorang reformis?
Salam perubahan!!!
Rendi Pratama
Rendi Pratama
Komentar